Hari Anti Korupsi

Kalau kita perhatikan suatu hari besar yang diperingati publik, pasti ada histori panjang yang menjelaskan alasan hari besar tersebut diperingati. Misalnya, hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Hari besar tersebut erat kaitannya dengan sejarah panjang para pemuda Indonesia yang menyelenggarakan Kongres Pemuda Kedua tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jakarta (dulu Batavia) tentang Sumpah Pemuda yakni "bertanah air Idonesia, berbangsa Indonesia, dan berbahasa Indonesia".

Hari Kemerdekaan yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus, hari besar tersebut ditetapkan setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan yang diproklamirkan oleh presiden dan wakilnya Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945. Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember adalah bukti bangsa Indonesia yang selalu membutuhkan dan menghargai sosok seorang ibu karena jasa-jasa mereka. Demikian juga dengan hari-besar hari besar lain yang diperingati publik pada tanggal tertentu. Lantas bagaimana dengan hari Anti Korupsi?

Tanggal 9 Desember adalah hari Anti Korupsi sedunia, tentunya tidak tanggung-tanggung yang memperingati hari tersebut juga adalah semua negara di seluruh dunia. Begitu pentingnya pemberantasan korupsi, sampai-sampai para pemimpin dua sepakat untuk menjadikan tanggal 9 Desember sebagai hari Anti Korupsi sedunia. Ini artinya banyak negara di dunia yang tidak bisa lepas dari kasus korupsi, termasuk di Indonesia.

Hari Anti Korupsi hanyalah pengingat bagi kita untuk selalu waspada akan bahaya laten para koruptor yang sebenarnya jauh lebih "sadis" dari para penjajah bangsa asing di tahun 45-an. Pendapat saya, sebenarnya hari Anti Korupsi di Indonesia itu bukan tanggal 9 Desember tetapi tanggal 1 sampai tanggal 30 setiap bulannya. Kenapa? Coba sahabat perhatikan di setiap media cetak atau media elektronik, setiap hari tidak luput dari berita tetang korupsi dan koruptor.

Menurut saya peringatan hari Anti Korupsi tidak akan bermakna sama sekali dan tidak akan memberikan nilai positif bagi masyarakat jika tidak dibarengi dengan langkah-langkah real yang menggigit untuk membumihanguskan "ekosistem" para koruptor. Pembenahan sistem dan penegakan hukum adalah dua hal yang harus diprioritaskan. Bersihkan semua instansi hukum dari para koruptor yang mudah menerima "pelicin" dan sogokan, jangan sampai terlihat lagi keputusan hukum yang diperjualbelikan.

Para koruptor akan terus berkembang biak dan mewabah ke seluruh pelosok tanah air jika hukumannya sangat ringan. Bayangkan seorang koruptor yang telah berhasil menggondol milyaran rupiah hanya dihukum dua atau tiga tahun penjara, padahal sudah jelas bahwa penjara adalah surga bagi mereka. Negara kita memang tidak sama dengan negara lain. Adat, budaya, pola hidup, dan karakter masyarakatnya pun tentu berbeda. Namun demikian, jika dalam hal kebaikan, apa salahnya kita tiru negara China ketika memberikan hukuman terhadap koruptor. Di China orang akan berfikir seribu kali untuk melakukan korupsi karena mereka harus memperhitungkan resiko berat yang harus ditanggung jika aksinya diketahui.

Hukuman mati bagi koruptor di Indonesia sepintas terlihat kejam dan mungkin akan diprotes para praktisi dan pecinta HAM, padahal kalau kita berfikir logis, justru hukuman mati adalah langkah positif yang harus kita dukung sebagai pencegahan yang akan memberikan efek jera. Mungkin saja mereka yang takut adalah calon-calon koruptor baru. Kenapa mesti takut kalau kita tidak akan melakukan korupsi? Para koruptor lah yang justru melanggar HAM. Benar gak?

Comments

Popular posts from this blog

Menghitung Arus, Tegangan, Daya, dan Resistansi Pada Rangkaian Seri

Kapasitor atau Condensator

Menghitung Arus, Tegangan, Daya, dan Resistansi pada Rangkaian Paralel