Pengemis Jalanan

Sahabat tentu tahu profesi pengemis, itu tuh .... orang yang kerjaannya minta-minta di jalanan, di toko-toko, bahkan di rumah-rumah penduduk mengharap belas kasihan. Tekniknya cukup bervariasi, di antara mereka ada yang bekerja sendirian sambil memperlihatkan kesedihan dan kemiskinan, ada juga yang memperlihatkan kecacatan tubuh agar orang merasa iba hingga memberinya santunan. Yang lainnya ada yang bekerja secara tim, berdua misalnya. Yang satu memapah temannya dengan memperlihatkan segala kekurangan agar dikasihani.

Tidak tanggung-tanggung di antara mereka bahkan ada yang bekerja layaknya perusahaan. Mereka bagi-bagi tugas dan tanggungjawab. Sebagian bertugas meminta-minta, sebagian lagi bertugas mengelola keuangan dan kebutuhan para pengemis. Para pengemis seperti ini mempunyai seorang bos yang selalu memantau aktifitas sehari-hari termasuk pekerjaan dan penghasilan harian yang didapat berupa setoran wajib.

Sepintas mereka terlihat miskin dan perlu diberi santunan, padahal kenyataannya tidak demikian. Sahabat mungkin pernah menyaksikan berita di salah satu stasiun televisi (kalau tidak salah di SCTV) mengenai tertangkapnya pengemis yang kebetulan membawa jutaan uang di kantungnya. Dalam pemeriksaan, ia mengaku bahwa uangnya bukan dari hasil mengemis tetapi hasil menjual binatang ternak. Pengemis tersebut mengaku bahwa pendapatan harian dari hasil mengemis tidak kurang dari Rp.150.000,- atau sekitar Rp4.500.000,` /bulan. Penghasilan yang cukup layak bahkan lebih dari upah minimun buruh di negara Indonesia.

Tidak sampai di situ, ia juga memaparkan aktifitas kesehariannya bahwa di kampungnya ia mempunyai rumah permanen yang layak dan peternakan sebagai usaha cadangan. Bahkan ia pun sedang berencana melaksanakan ibadah haji karena ia merasa malu oleh para tetangganya. Alasannya, para tetangga tersebut selalu memanggilnya Pak Haji ketika ia pulang ke kampungnya.

Itu hanya satu kasus pengemis yang tertangkap pihah berwenang. Kasus-kasus lain yang tidak diketahui publik sebenarnya masih banyak seperti yang saya alami sendiri ketika saya berada Kampus STT Bandung dekat ITC Kebon Kalapa Bandung Jawa Barat. Berikut kisahnya ...

Saat itu saya sedang berteduh di tangga STTB karena kebetulan sore itu sedang hujan. Tepat di depan saya terlihat seorang laki-laki sekitar 40 tahunan sedang menghitung dan merapikan uang di dalam kantung plastik hitam. Sedikitpun ia tidak terlihat malu atau takut ketika menghitung uang sebanyak itu di depan umum. Saat itu juga saya menghapirinya dan berbincang mengenai uang tersebut. Tidak disangka ia pun menjawabnya dengan cukup detil bahwa uang tersebut adalah hasil dari mengemis. Ketika saya tanyakan mengenai jumlah pendapatan yang diperoleh setiap hari, ia pun mejawab bahwa penghasilan rata-ratanya adalah Rp300.000,- /hari atau sekitar Rp9.000.000,- /bulan. Penghasilan yang cukup fantastis.

Hampir sama dengan kasus sebelumnya, ternyata ia pun bukan orang Bandung asli tetapi hanya perantau yang pulang membawa hasil setiap dua bulan sekali. Di kampungnya ia adalah orang kaya yang dihormati masyarakat dan dinilai sebagai orang yang sukses bekerja di luar kota.

Kejadian yang saya alami ini ternyata tida sekali saja. Hampir tiga kali saya menyaksikan ia di tempat yang sama sedang menghitung uang. Jika sahabat ingin menyaksikan sendiri dan berbincang dengannya, silakan datang saja ke sana setiap waktu Maghrib atau Isya.

Lucu memang, seorang pengemis berpenghasilan besar padahal hanya lulusan SMP. Itu sebabnya di Indonesia jarang para pengemis yang pensiun dini dari profesinya. Mereka tentu merasa betah dan nyaman dengan penghasilan yang besar tanpa perlu kerjakeras.

Tidak ada yang salah bagi mereka para pengemis jalanan yang meminta-minta di sekitar kendaraan atau di trotoar. Kita sendiri yang mudah percaya dengan akal-akalan mereka, kita sendiri yang mudah merasa iba terhadap kondisi mereka, dan kita sendirilah yang tidak berpikir logis hingga akhirnya memberi santunan pada mereka yang sebenarnya kaya raya. Secara tidak langsung kita pun ikut serta mengabadikan profesi pengemis jalanan. Padalah agama pun melarang kita untuk meminta minta, bahkan pemerintah pun bertekad untuk menertibkan para pengemis jalanan. Mungkinkan itu terlaksana?

Comments

Post a Comment

Mohon maaf, komentar tanpa identitas, komentar spam, komentar yang memancing perselisihan, melanggar norma, dan komentar iklan akan dihapus.

Popular posts from this blog

Menghitung Arus, Tegangan, Daya, dan Resistansi Pada Rangkaian Seri

Menghitung Arus, Tegangan, Daya, dan Resistansi pada Rangkaian Paralel

Kapasitor atau Condensator